Senin, 30 Maret 2015

Eksistensialisme

PENDAHULUAN
Eksistensialisme berkembang pada abad ke 20 di Perancis dan Jerman, bukan sebagai akibat dari suatu keadaan tertentu, tetapi disebabkan oleh respon yang dialami atas runtuhnya tatanan didunia Barat yang sebelumnya dianggap stabil. perang dunia pertama telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak struktur eksternal kekuasaan, seperti struktur ekonomi, politik serta kekuasaan pada saat itu yang sudah kehilangan legetimasinya, dan kuasa atas individu jadi terasa sudah tidak lagi ditolerir karena ditentang dan dianggap tidak memiliki peran yang berarti, dan pada saat itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri. Itulah yang menyebabkan para eksistensialis kembali pada diri manusia sebagai pusat filsafat yang sejati dan sebagai satu-satunya kekuasaan yang berlegitimasi.(1)
Dalam sejarah perkembangannya, eksistensialisme mengacu pada fenomena kemanusiaan kongkret yang tengah terjadi. Sebagaimana diketahui, filsafat eksistensialisme berkembang pesat pasca perang dunia kedua, yang seolah membenarkan permenungan filosofis pada kenyataan (kemanusiaan) yang kongkret tersebut. Oleh karena itu, rasionalitas Descartes yang menegaskan Cogito Ergo Sum ”Saya berpikir maka saya ada”, dibalik secara ekstrem oleh eksistensialis dengan pernyataan: “Saya ada, maka saya berpikir”.
Aliran ini lebih menekankan perhatiannya pada subyek, bukan pada obyek, hal ini tentu saja berbeda dengan fenomenologi yang lebih menekankan hubungan subyek dan obyek pengetahuan dengan intensionalitasnya.(2) eksistensialisme secara garis besar membahas emapat tema pokok yang di fokuskan kepada eksistensi  yaitu
Ø  Situasi manusia dan dunianya
Ø  Intersubyetifitas
Ø  Ontologi
Ø  Kebebasan dan pilihan

LATAR BELAKANG
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
a.         Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
b.         Idealisme
idealisme ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
c.         Situasi dan Kondisi Dunia
     Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.(3)

PEMBAHASAN
Kata eksistensialisme bersal dari eks= keluar,dan sistensi atau sisto = berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.(4)
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.(5)

Eksistensialisme Religius dan non religius
            dalam perkembangannya eksistensialisme terpecah menjadi dua golongan walaupun bersember dari yang sama yaitu soren abay kierkegaard. Bagi aliran religius mereka tetap mempercayai tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, atau yang trasenden itulah dasarnya. Kierkegaard berpendapat bahwa manusia itu berdosa, dia hidup, dia ada, sebagai ketakutan batin, maka dia belajar mengenal ampunan tuhan dalam ajarannya, dan semua itu bukan lah kebenaran umum yang dapat diketahui manusia dengan cara berfikir, jaspers berkeyakinan bahwa yang trasenden itu merupakan keilahian yang tidak langsung melalui dunia imanent. Dan eksistensi yang berhubungan dengan terasenden, meskipun mengalami kegagalan, tetap mengalami perwujudan,
            sedangkan yang non religius, salah satu tokohnya adalah sartre, ia berpegang bahwa sksistensi manusia menghadapi dirinya sendiri sebagai suat problem, merencanakan dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri sendiri dan nila-nilainya, dan kemudia berpungsi sebagai tuhan. Sartre menegaskan dengan tegas menyatakan (man fundamentally is desire to be god). Manusia pada dasarnya adalah suatu keinginan untuk menjadi tuhan.(6)

Problem Eksistensialisme
Situasi manusia dan dunianya
       manusia merupakan mahluk yang sadar berada dalam dunia, maka dari itu dunia tidak dapat dilepaskan dari dirinya. Manusia harus menemukan diri dalam situasi dan menemukan yang dia punyai, menurut martin hiedegger dan jasper, situasi menetukan pilihan kemudian manusia menetukan pilihan dari kemungkinan yang ada. Sebaliknya menurut sartre, pilihankulah yang menentukan pilihanku.
       Manusia menyadari realitas, eksistensi dan dunia merupakan bukan suatu yang tetap, maka manusia mengalami kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan, karena manusia tergantung pada kepenuhan wujud dan ketiadaan, manusia terlempar didunia dan harus bertanggung jawab atas nasibnya sendiri. Dipihak lain manusia menyadari keterbatasannya yang melekat, serta harapan yang tidak pasti dan itu merupakan suatu yang absolud.
       Manusia dan situasi dunianya bukan sesuatu yang sudah jadi, dan buakn subyek yang absolut, manusia merupakan kenyataan dasar yang mucul didunia dalam terikat dalam ruang dan waktu. Itulah yang harus disadari, namun manusia adalah mahluk yang temporal yang tidak boleh terjerat dalam aktualisasi tanpa melihat kemungkinannya, terjerat oleh dunia kekinian dan kesejarahan.
       Oleh karena itu manusia harus betul-betul sadar ada dalam arti yang penuh, manusia merupakan buakan sekedar suatu organisme yang ada melainkan terus menerus, dan itu terkandung dalam formula dasar, bahwa yang has bagi manusia dan situasi dunianya bukanlah esensinya melainkan eksistensinya, karean dunia adalah keseluruhan wujud tak sadar sebagai mana yang nampak dalam kompleks yang instrumental,
Intersubyetifitas
      Dalam memecahkan tema intersubyetifitas, terdapat pemahaman yang berbeda dikalangan tokoh eksistensinsialisme. Problemtersebut berlaku jika intersubyetifitas dapat dilihat dalam eksistensi, atau merupakan salah satunya sebagai hubungan personal antara dua individu, i and you, tuhan, ataupun massa, karena manusia pada hakekkatnya bersama dengan orng lain ataupun peribadi lain, dengan demikian dapat dipertegas bereksistensi secara tunggal tidak dapat dilakukkan tanpa peribadai lain,
       Dalam hal ini, interubyektifitas sangat mewarnai pemikiran jasper, dia mengatakan eksitensi ditamilkan dan direalisasikan dalam komunikasi, dan komunikasi itu hanya mungkin jika seandainya akun dan tetanggaku tidak menjadikannya sebagai alat, akan bertemu dalam pengakuan timbal balik dengan menghormati kebebasan kita masing-masing
       Dalam hal ini jasper mengembangkan (existensial comucation) didalamkomunikasi tersebut orang lain tidak dianggap objek, atau semata sebagai alat, namun secara positif di anggap pribadi yang berkmbang dalam eksistensinya, sehigga eksistensiku nampak ril berkat kehadiranoeng lain
Ontologi
           ontologi merupakan salah satu kajian yang cukup serius diperhatikan oleh kaum eksistensialis. Pernyataan tentang yang (ada) merupakan buakna suatu yang pokok, akan tetapi yang lebih di perhatikan adalah celah-celah eksistensi yang kongkret, dan eksistensi manusia mulai bergerak bila mulai mau menafsirkan makna itu. (ada) dalam pengertian eksistensialisme bukan bersifat umum, ia buakanlah (ada) di atas segala hal, tapi ia bermakna khusus dalam diri manusia. Ada dalam eksistensialisme adalah merupakan kata kerja yaitu ada sedang mengada, ada itu merupakan pelaksaan diri sendiri, dengan bertolak dari eksistensi mendahului esensi,
            kierkegaard dalam menerangkan soal (ada) berpangkal dari jarak tak terhingga antara tuhan dan manusia, tuhan dalah wujud yang sangat lain dengan manusia, dan manusia dihadapan tuhan tidak mempunyai apa-apa, maka apabial dia salah maka dia berdosa, itulah hakekkat manusia ada dan hidup,
            hiedeeger menghendaki ontologi yang umum,untuk sampai pada itu dia mengambil poko pangkal pada manusia yang konkrit, selajutnya secara ponomenologis ternyata manusia itu berada dalam manusia yang ada, dan (ada) sampai mati merupakan kemungkinan yang harus diterima oleh wujud itu sendiri.
            Melalui ontologi, sartre membahas kesadaran manusia menurutnya adalah; intensional. Dan dari sanalah dia juga membahas kebebasan kebebasan manusia dengan segala kompleksitasnya, dan sartre buakanlah orang yang menghendakin ontologi secara umum, akan tetapi bagi dia ada suatu duaisme yang radikal, munurut sartre (ada) itu hanya ada yang berkesadaran dan ada yang tidak berkesadaran    
Kebebasan dan pilihan
      Masalah kebebasan manusia dalam memilih berbagai kemungkinannya, tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan, adanya kebebasan dan pilihan itu merupakan fakta sentral dari eksistensi manusia, bertolak dari permasalahan tersebut, pnganut eksistensialisme terlibat dalam berbagai penafsiran paling tidak ada tiga
       Pertama, mengatakan bahwa pilihan itu ambiguitas, semua tindakan termasuk pilihan-pilihannya menjadi saksi terhadap pilihan implisit.
       Kedua, berbagai tindakan yang dilakukkan seseorang, pilihannya didasarkan oleh suatu kriteria, dia menggunakan kriteria dari pilihan-pilihanya, dan tidak dasar rasional bagi pilihan-pilihan tersebut
       Ketiga, tidak ada keterangan sebab, terhadap tindakan seseorang yang dapat diberikanya
       Bagi kierkeraard pendapat pertama, diberi keterangan bahwa tindakan seseorang selalu merupakan bentuk dari pandangan hidupnya, bagi kierkegaard seseorng yang hidup dalam taham etistetis, ciri yang mendasar adalah tidak adanya kontinyuitas, dan ketidak mampuannya mengatasi waktu, pada tahap ini manusia tidak melepaskan tindakannya dari tanggung jawabnya, dan terlibat dala partisipasi sosial serta lingkungannya.       
       Berlainan dengan sartre, di satu pihak dia menerima bahwa seseorang harus memilih ini atau itu, dan tidak ada alternatif ke tiga, akan tetapi tendensi religius dihialngkan, jika aku tidak memeilih maka aku tetep memilih, akan tetapi pada saat tang sama tendensi idealispun dimunculkan, dalam ungkapannya (man is haunted by the ideal of the ens causa sui which the religion call god). Tapi sayang tuhan merupakan kontradiksi, tinggal pilih bagi manusia, menerima kebebasan mutlak atau menerima tuhan.   
       Pendapat yang kedua, menyangkut nilai moral dan agama, bagi yang bertedensi religius, jika seseorng itu bebas memilih dalam suatu keriteria maka dia harus membedakan antara keyakinan yang benar dalam memilih,dan juga sebaliknya. Bagi kierkeraard, maercel dan japser,bahwa meskipun manusia itu bebas, akan tetapi kebebasan itu bukan sumber nilai yang menjadi kebebasanya, karena munurut jasper manusia itu tak sendiri dan, dan moral bersandar pada yang trasenden,
       Pendapat ketiga,kecenderungan yang disebut dengan bebas logika, dimana materalisme memandang tingkah laku kesadaran manusia dapat diterangkan memalui sebab dan akibat, ini dipandang sebagai determinasi yang nyata  karena bagi kaum eksistensial, eksistensi itu lebih dahulu dari esensi, di sini kierkegaard berpendapat bahwa tingkatan manusia dari tahap etis ke religius tidak dapat dijelaskan dengan melalui logika dan sebab akibat, karena logika dan sebab akibatnya tidak mampu mendamaikan hal-hal yang paradok, ketakutan kecemasan, kebebasan, tuhan dan manusia. Dan bagi sartre,kebebasan manusia tidak dapat di terangkan dengan sebab akibat, karena jika sebab mendahului tindakan seseorng,maka dia tidak bebas.(7)

Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Inti Pemikiranya
Soren Aabye Kiekeegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Setelah mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi gurunya di sana.
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.(8)
Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.(9)
Dan berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.

Karl Jaspers
Karl Jaspers lahir di kota Oldenburg, Jerman Utara, pada tahun 1883. Ayahnya seorang ahli hukum dan direktur bank. Sejak sekolah menengah, ia sudah tertarik pada filsafat, tetapi baru pada usia 38 tahun ia dapat sepenuhnya memenuhi panggilan filosofisnya.
Selama tiga semester ia belajar hukum di Universitas Heidelberg dan Munchen, tetapi ia mengubah haluan dengan memilih studi kedokteran yang dijalankan di Berlin, Gottingen dan Heidelberg. Di Universitas Heidelberg ia mengambil spesialiasi psikiatri. Tetapi ia tetap tertarik dengan filsafat, antara lain melalui Max Weber, ahli ekonomi, sejarawan dan sosiolog terkenal yang dikaguminya.
Jaspers menulis buku Allgemeine Psychopathologie (Psikologi umum) pada tahun 1910. Di buku ini, ia tidak melukiskan penyakit-penyakit, tetapi menyoroti manusia yang sakit. Ia menggunakan metode deskripsi fenomenologis Husserl. Pada 1916 ia menjadi profesor psikologi di Heidelberg. Lalu pada 1919 ia menulis buku Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi Tentang Pandangan-Pandangan Dunia).
Pemikirannya adalalah Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.(10)
Martin Heidegger
Martin Hiedegger (lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 ± meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari ‘being´. Heidegger berpendapat bahwa ‘Das Wesen des Daseins liegtinseiner Existenz´, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu bend-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.(11)
Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 ± meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa- apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Inti pemikirannya Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.(12)
KESIMPULAN
Eksistensisme muncul berdasarkan dari runtuhnya tatanan didunia Barat yang sebelumnya dianggap stabil dan perang dunia telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak struktur eksternal kekuasaan dan pada saat itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri
Matrealisme idelaisme dan situasi kondisi dunia yang pada waktu itu bisa di katakan tidak menentu menyebabkan lahirnya eksistensialisme, eksistensialisme ini merupakan suaatu bentuk protes terhadap filsafat-filsafat sebelumnya. Dimana metrealisme memandang manusia pada akirnya adalah benda, dan pandagan idealisme tenang menusia hanya sebagai subjek 
Faham Eksistensialisme lebeih menekankan masalah pada objek bukan pada objek di mana ada pernyataan dari kaum eksistensialis Saya ada, maka saya berpikir”. lebih mendahulukan pada keberadaan. Bagaimana manusia berada di dunia
Eksistensialisme ada dua yuitu religius dan non religius, tokoh religius diantaranya Soren Aabye Kiekeegaard dan Karl Jaspers yang mengakui adanya tuhan dan yang non religius di antaranya Jean Paul sartre yang sangat mendewakan kebebasan dan Friedrich Nietzsche dengan membunuh tuahan

footnote

1.      T.Z Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre. Alih Bahasa, Andi Iswanto dan Deddy Andrian Utama (Yogyakarta: Jendela, 2002), h. 314-315
2.       
3.      Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai James (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1992), cet. ke-2,192-194
4.      Asmoro Achmadi, Filsafat Umum. Cet-12 (Jakarta: Rajawali pers, 2011), hlm. 127-128
5.      Beni Ahmad Seibani, Filsafat Ilmu/ Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk Beluk Sumber dan Ilmu Pengetahuan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009). 187.
6.      Drs. Muzairi  H, MA, Eksisrensialisme Jean Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007 ) hal 51-52
7.      Drs. Muzairi  H, MA, Eksisrensialisme Jean Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007 ) hal 53-66
8.      M. Solihin, Perkembangan Filsafat dari Klasik Hingga Modern (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2007). 256-258.
9.      Ibid, hlm. 249.
10.  Anggota IKAPI, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: KANISIUS, 1980). Hlm 165-167
11.  Abdul Hakim. DKK, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2008). 334-335.
12.  Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2003).hlm 219






Konsep Tuhan Menurut Al-kindi


PENDAHULUAN
Menurut al-Kindi, Tuhan ialah ujud yang hak. Ia ada dari semula dan ada untuk selama-lamanya. Tuhan adalah ujud yang sempurna yang tidak didahului oleh ujud lain. Ujudnya tidak berakhir dan tidak ada ujud selain dari pada-Nya. Dia tidak berserikat. Mustahil ia tidak ada. apa bukti ujudNya? Al-Kindi mengemukakan tiga jalan pembuktian ujud Tuhan.
Pertama, barubahnya alam pembuktian adanya Tuhan. Mungkinkah suatu jadi sebab bagi ujud dirinya? Hal itu tidak mungkin. Dengan demikian jelas bahwa alam itu baru. Karena ia terbatas, maka ada awal waktunya. Dari itu tentu ada yang menyebabkan alam ini terjadi. Tidak mungkin ada benda yang ada dengan sendirinya. Dengan demikian ia diciptakan oleh penciptanya dari ketiadaan. Pencipta itu Tuhan.
Kedua, keragaman dalam ujud. Dalam alam tidak mungkin ada keragaman tanpa keseragaman. Tergabungnya keragaman dan keseragaman bersama-sama, bukanlah karena kebetulan, tetapi karena suatu sebab. Dan sebab itu bukanlah alam itu sendiri. Kalau alam itu sendiri jadi sebabnya, halnya tidak berhingga, tak habis-habisnya. Sedangkan suatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Dari itu, sebab tersebut tetntu berada di luar alam. Ia lebih mulai, lebih tinggi dan lebih dahulu adanya, karena sebab harus ada sebelum akibat atau efeknya. Sebab itulah yang Tuhan.
Ketiga, kerapian alam. Alam lahir tidak mungkin rapi dan teratur kecual karena adanya substansi yang tidak tampak. Substansi itu hanya dapat diketahui melalui bekas-bekasNya dan kerapaian serta keteraturan yang kita konstatir pada alam. Mungkinkah suatu rapi dan teratur tanpa ada yang merapikan dan mengaturnya? Substansi yang merapikan dan mengatur alam nyata ini adalah Tuhan.
Untuk pembahasan yang lebih luas akan kita uraikan melalui sub bab berikut
1.      PEMIKIRAN AL-KINDI
2.      PENGERTIAN TUHAN MENURUT  AL-KINDI
3.      KONSEP TUHAN MENURUT AL-KINDI
4.      BUKTI-BUKTI ADANYA TUHAN MENURUT ALKINDI
5.      SIFAT-SIFAT TUHAN MENURUT AL-KINDI         
6.      PERANAN DAN PUNGSI AGAMA DALAM FILSAFAT KETUHANAN
AL-KINDI


PEMBAHASAN

1.      PEMIKIRAN AL-KINDI
            Sebagai yang di ketahi, al kindi banyak mempelajari filsafat yunani , maka dalam pemikiran kelihatan unsur-unsur filsafat Yunani, unsur-unsur filsafat yunani yang terdapat dalam pemikiran al kindi ialah
a.       Aliran Pitagoris tentang matematika sebagai jalan ke arah filsafat
b.      Pikiran-pikiran aristoteles tentang fisika dan metafisika, meskipun al kindi tidak sependapat tentang kodimnya alam
c.       Pikiran-pikiran plato dalam soal kejiawaan
d.      Pikiran-pikiran plato dan aristo bersama-sama dalam soal etika
e.       Wahyu dan iman (ajaran–ajaran agama) dalam soal yang berhubungan dengan tuhan dengan sifatnya
f.       Pikiran-pikiran mu’tazilah dalam penghargaan kekuatan akala dalam hal mena’wilkan ayat ayat al-quran.(1)
Dikarenakan pemikiran Al-kindi banyak mendapat pengaruh yunani, maka banyak yang berpendapat al-kindi mengambil alih seluruh filsafat yunani. Tapi apabila dipelajari secara seksama, terlihat al-kindi mendapat pengaruh filsafat yunani, dan beberapa pengamat tidak hanya filsafat yunani yang mempengaruhi pemikiran al-kindi melainkan kekuatan akal terutama dalam mengemukakan pendapatnya tentang ketuhanan, pada akirnya al kindi memunyai pemikiran, keperibadian sendiri dan dapat disimpulkan, bahwa filsafat ketuhanan mendapat derajat dan kedudukan tertinggi dari yang lainnya.(2)
2.      PENGERTIAN TUHAN MENURUT  AL-KINDI
            Pengertian Tuhan dalam Filsafat Al-Kindi terlihat dalam risalahnya yang di hadiahkan kepada Ahmad bin Al Mu’tashim Billah tentang filasafat pertama. Kesimpulan risalah tersebut Al-kindi mengatakan: Dialah Yang Pertama, Pencipta yang mengusai segala ciptaannya, Tuhan adalah pencipta langit dan bumi,(3) suatau yang lepas dari kekuasaannya adalah durhaka dan pasti binasa.(4)
            allah itu satu tunggal awal dan akir, sesuai dangan ajaran islam mengenai tauhid wahdaniyah dan tauhid rububiyah, artinya tuhan dalam konsep Al-kindi adalah satu-satunya wujid yang memiliki keabadian mutlak,(5) mengandung unsur sebab utama mencipta dan semprna, Dimana wujidnya bukan karena sebab lain. Zat yang  menciptakan segala sesuatu yang ada, zat sempurna itu ada dengan sendrinya . maka zat itu tidak mempunyai alawa dan akir, karena itu pula tuhan di sebut sebagai sebab yang pertama. Dan semua wujud yang diciptakan tuhan adalah suatu yang baru dan akan binasa, karena semua yang di ciptakan masuk dalam ruang dan waktu, dan segala hal yang masuk dalam ruang dan waktu dapat musnah sesuai dengan kehendak pencipta.(6)
            Dan untuk membuktikan bahwa penciptaan alam semesta adalah suatu gerak, bahwa gerak tidaklah abadi, ada keterhinggaan, dan tidak ada dengan sendirinya, oleh karena itu alam semesta tidak abadi, dalam pembuktian ini Al-kindimemakai dua perinsip aristoteles
1.      Yang terbatas tidak biasa menjadi aktual, yaitu tidak bisa ada badan yang tak terbatas
2.      Badan, ruang dan waktu sering bersamaan, ketiganya bergeraka secara serentak
Adapun pernyataan-pernyataan al-kindi yang di pakai dalam hubunganya dengan perinsip-perinsip aristoteles
1.      Semua badan yang homogen, yang tiada dari padanya lebih besar daripadanya ketimbang yang lain,adalah sama
2.      Jarak antara ujung-ujung dari badan-badan yang sama besar juga sama besarnya dalam aktualitas dan potentitas
3.      Badan-badan yang berhingga tidak bisa tidak terhingga
4.      Jika salah satu dari dua badan yang sama besarnya dan homogen ditambah dengan badan homogen lainnya maka keduanya tidak menjadi sama besar. (badan akan menjadi lebih besar dari pada keduanya dan lebih besar dari apa sebelumnya )
5.      Jika badan di kurangi, maka besar sisanya lebih kecil dari pada besar semula
6.      Jika suatu bagian di ambil dari sebuah badan lalu di pilihkan kembali padanya, maka hasilnya adalah badan yang sama yang kita punyai sebelumnya
7.      Tiada dari dua badan homogen yang besarnya tak terhingga bisa lebih kecil ketimbang yang lain
8.      Dari dua buah badan yang homogen, yang kecil adalahlebih kecil dalam hubungan dengan yang lebih besar dari keduanya, atau dalam hubungan dengan suatu bagian dari yang lebih besar
9.      Jika badan-badan yang homogen, yang semuanya terbatasi ditambahkan bersamaan, maka jumlahnya juga akan terbatas.(7)
Untuk menjelaskan pendapat bahwa dialah (tuhan) yang pertama, satu-satunya ujudyang memiliki keabadian yang mutlak, Al-kindi memaparkan argumentasi; jika di anggap bahwa alam semesta tidak mempunyai permulaan dalam waktu, yakni tak terbatas, maka harus ada satu badan dalam alam semesta tak terbatas, dan ini merupakan kontradiksi, dalam arti jika diambil sebagian dari tak terbatas, maka sisanya adalah tak terbatas, jika keseluruhannya tak terbatas dan ditambahkan dengan bagian yang di ambil, maka hasilnya adalahbadan yang sama seperti sebelumnya (sebgai mana yang di sebutkan dalam nomor enam di atas), yaitu suatu badan yang tak terbatas, ini yang akan mengisaratkan bahwa yang menyeluruh adalah sama dengan yang bagian, yang berarti kontradiktif, maka badan yang ada pada aktualisasi pasti terbatas, dan badan dalam alam semesta secara aktual ada, yang berarti bahwa badan alam semesta ini di ciptakan
            Pada argumen selanjutnya al-kindi mengatakan bahwa; jika alam itu diciptakan, maka proses kelakuannya adalah dari suatu yang tiada adalah gerak. Sedangkan gerak tidak abadi tetapi diciptakan, maka alam semesta telah di ciptakan dari tiada satu apapun. Dan sebaliknya jika alam semesta itu abadi dan kemudian bergerak, maka gerakan adalah suatu perubahan. Ini berarti bahwa apa yang abadi telah melewati suatu keadaan diam ke suatu keadaan gerakan, yang berarti tidak masuk akal karena apa yang abadi tidak berubah. Oleh karena itu alam semesta di ciptakan dalam waktu.(8)
            Demikianlah pendapat al-kindi, sebagai peneguh tuhan adalah abadi, karena tuhan tidak terkena perubahan, sebab dialah pencipta alam semesta dan satu-satunya wujud yang abadi. Dialah pencipta sedangkan yang lain diciptakan. dan dialah yang abadi, sedangkan yang lain tidak abadi sebab yang lain mengalami perubahan, dan sebuah perubahan itu tidaklah abadi.(9)
3.      KONSEP TUHAN MENURUT AL-KINDI
            Argumentasi kosmologis tampaknya mendominasi pemikiran al-Kindī dalam menjelaskan ketuhanan. Bagi al-Kindī, Allah adalah Penyebab segalanya dan penyebab kebenaran. Untuk mengatakan bahwa Allah adalah penyebab segala kebenaran adalah sama saja dengan mengatakan bahwa Allah adalah penyebab dari semua ini. Sebab dari segala sebab itu adalah Allah. Sebab itu hanya satu, tidak mungkin banyak. Alam semesta berjalan secara teratur atas dasar sebab Dzat yang Satu. Sehingga konsep sentral dalam teologi Filsafat Pertamanya adalah tentang keesaan. Teologi filsafat al-Kindī memiliki dua aspek utama; pertama, membuktikan harus ada yang Satu yang Benar (the true one), yang merupakan penyebab dari segala sesuatu dan mendiskusikan kebenaran the True One ini.(10)
Sebelum membicarakan hakekat tuhan, Al-kindi mengemukakan pendapatnya tentang hakekat itu sendri, dikatakan, tiap-tiap benda mempunyai dau hakekat, yakni hakekat jus’i atau bisa disebut hakekat aniah, dan hakekat kulli atau bisa di sebut juga hakekat mahiah. dan apakah tuhan mempunyai kedua hakekat tersebut.
            Dalam pemikiran Al-kindi tuhan tidak memiliki hakekat baik itu aniah ataupun mahiah, tidak aniah karena tuhan tidak termasuk benda-benda yang ada dalam alam semesta, bahkan ia adalah pencipta semesta alam, juga tidak mempunyai hakekat mahiah, karena tuhan tidak termasuk dalam genus ataupun sepeses yang ada.(11) tidak adanya dua hakekat ini tidak berarti tuhan tidak, ada sebab tuhan bersifat azali. Yaitu zat yang sama sekali tidak bisa di katakan tidak ada, atau ada pada permulaannya ada , melainkan zat yang ada dalam wujudnya tidak tergantung pada lainnya atau bergantung pada sebab.(12)
            Jadi berbeda dengan jisim, zaman mauoun gerak, tiap jisim ada kesudahannya, tiap tempat dan zaman ada kesudahannya, semua anasir jenis itu tidak abadi dan azali; azali bukanlah suatu jenis melainkan suatu yang benar, yang tidak ada kesudahannya, yaitu tuhan.(13)
            Demikianlah pemikiran Al-kindi tentang hakekat tuhan, ia memang tidak banyak mengemukakan pemikiran mengenai hakekat tuhan. hakekat tuhan sudah cukup jelas dan lebih mudah di gambarkan dalam pikiran, karena pembahasannya pun tidak memerlukan alasan-alasan dan pemikiran yang berbelit-belit
4.      BUKTI-BUKTI ADANYA TUHAN MENURUT ALKINDI
            Dalam pembahas mengenai bkti adanya tuhan, al-kindi mengajukan lima bukti, empat di antaranya adalah argumen-argumen kosmologi yang di dasarkan atas ide novitate munde (dalil al-hudust) dan tidak langsung atas argumen dari hubungan sebab dan akibat, dan bukti yang teakir bersipat teologis.(14)
            Bukti yang pertama ditinjau dari hukum sebab akiba, segala suatu yang baru pasti ada yang mengadakan tidak ada yang ada dengn sendrinya, atau sebab di ciptakan suatu yang baru dari suatu yang sebelumnya, alam ini baru dan di ciptakan, tidak mungkin ada dengan sendrinya tanpa ada pencipta, bukti barunya alam ialah alam ini ada batasnya dari segi benda, benda dan gerak sangat berkaitan erat, karena itu alam ini ada batasnya karena adanya gerak dan waktu, segala sesuatu yang ada batas nya baru.(15)
            Bukti kedua dari al-kindi didasarkan atas ide islam tentang ke esaan tuhan, yang di rangkai dengan semua wujud dunia adalah majmuk dan berganda, atau keanekaragaman alam wujud. Kalau di perhatikan ke adaan alam ini ada keseragaman dan keragaman di dalamnya. Hal itu tidak mungin terjadi tanpa adanya penyebab yang menyebabkan, dan penyebab itu adalah tuhan, tergabungnya keseragaman dan keragaman bukanlah suatu kebetulan,dan sebab itu buakanlah alam sendiri, karena apabila alam sendiri yang jadi sebabnya,itu halnya tidak terhingga dan tak habis-habisnya, sedangkan suatu yang tiak berakir tidak mungkin terjadi.(16)
            Bukti ketiga berdasarkan prinsipsesuatu tidak dapat menjadi sebab dirinya, agar menjadi demikian,  suatu itu harus ada sebelum dirinya, yang di maksud sesuatu disini ialah segala bentuk ciptaan tuhan.dan dalam pembuktian ini al-kindi mengangkat empat macam persoalan kemungkinan yang merukan kemustahilan utuk terjadi bagi kemungkinan itu sendiri yaitu:
1.      Sesuatu yang menjadi sebab dari dirinya itu mungkin non eksistensi dan esensinya juga non ekistensi
2.      Sesuatu mungkin non eksisten dan esensinya eksisten
3.      Sesuatu itu mikin eksisten dan esensinya non eksisten
4.      Sesuatu itu mikin eksisten dan esensinya juga eksisten.(17)
Demikianlah hukum konteradiksi al-kindi, tidak ada dalail yang bisa benar dan salah
            Bukti keempat analogi antara makroksmosdan mikroksmos. Pembuktian ini di coba untuk melihat hal-hal yang sangat kecil hingga yang besar yang berada dan melingkupi manusia baik yang dapat di indra maupun yang tidak bisa, semua hal ini berjalan sebagai mana pungsinya ini menandakan adanya pengatur yang tidak terlihat. Seperti berpungsinya tubuh manusia yang tertib dan mulus yang mengarahkan kepada adanya pengatur yang cerdas tidak bisa di lihat, yaitu jiwa, demikian juga pada jalannya alam semesta yang begitu tertib selaras menunjukkan adannya pengatur yang maha kuasa yaitu tuhan.(18)
            Buktu kelima, didasarkan atas kerapian alam. Jalan lain yang di tempuh al-kindi untuk membuktikan adanya tuhan ialah dengan memperhatikan alam ini. Menurutnya lalam ini tidak rapi saat pertama kali di ciptakan, dan kerapian itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan kerapian alam diciptakan oleh subtansi yang maha kuasa. Seperti alam ini tidak mungkin rapi dan teratur kecuali ada yang mengatur kecuali adanya zat yang tidak nampak, zat yang tidak nampak ini dapat diketahui daribekas-bekas dan kerapian yang telah ada, demikian juga apada kejadian-kejadian alam yang terjadi tidak mungkin secara kebetulan, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu dan itu menunjukan adanya yang maha kuasa yang mengatur rovolusi alam itu sendiri.(19)
5.      SIFAT-SIFAT TUHAN MENURUT AL-KINDI      
            Al-kindi berpaendapat bahwa tuan mempunyai sipat yang utama di samping sifat-sifat yang lainnya, sifat utama yang dimaksud ialah tidak lain melainkan keesaan tuhan, esa dalam arti satu, esa dalam zatnya, dan esa dalam pengetian teori maupun praktek. sifat inilah yang merupakan sifat palinghas baginya, tuhan itu satu dalam zatnya dan satu dalam hitungan, maka karena itu sifat tuhan menjadi yang maha kuasa, yang maha tahu, uang hidup,yang qadim dan seterusnya, dan tuhan itu bukan wujud melainkan zat yang menciptakan wujud.(20)
            Dalam masalah keesaan ini, al-kindi juga menggunakan dalil naqli dan aqli sebagai sebagamana para mutakallimin, baik mu’tazilah maupun asy’ariyah, dalil naqli yang di gunakan yaitu surah al-ikhlas dari ayat 1-5, sedangkan dalil naqli yang di gunakan berbeda dengan dengan dua golongan tersebut namun pada intinya sama, yaitu mensucukan tuhan.demikian kata al-kindi yang lebih condong kepadamu’tazilah,(21)
            Al-kindi mengadakan perbedaan antara ke esaan mutlak dan ke esaan meteforis atau yang satu karena esensi dan yang satu kereana bilangan-biangan. Yang di maksud ke esaan mutlak ialah tuhan, sedangkan yang di maksud ke esaan metaforis ialah semua ciptaannya yang memiliki atribut-atribut tertentu yang menunjukan pada keberagaman, keberagaman salalu menunjuk pada bilangan dan bilangan menunjuk kepada suatu konsep kuantitatif sedang kuantitas-kuantitas itu mempunyai atribut-atribut yang melekat tak terpisah dapanya, atribut-atribut yang dari kuantitas itu selalu dapat terbagi-bagi dan tuhan tidaklah demikian.
            Dr. Fuad Al-ahwani menjelaskan arti suatu mutlak dan suatu metaforis dengan istilah sesuatu yang hakekat dan suatu yang majazi. Suatu yang hakiki ialah suatu yang menurut subtansinya dan tidak akan menjadi banyak di sebabkan oleh apapun juga, tidak di sebabkan oleh subtansinya maupun oleh hal ihwaldi luar subtansinya, dan yang majazi ialah suatu dalam arti bisa disebutkan pada apa saja, baik satu dalam kalimatnya matematika, dalam kaitannya daengan ilmu alam, atau dengan segala kaitannya di alam wujud.(22)
            Dalam menekankan sifat keesaan tuhan al-kindi menyatakan; tuhan tidak dapat di samakan dengan ciptaannya, karena yang esa sejati bukan yang dapat dipahami, bukan suatu unsur, genus, species, jiwa, pikiran, jumlah, ataupun partikular,yang bisa dimasukkan ke dalam konsep-kosep, yang esa sejati itu ialah yang tak terbentuk,tak berukuran,dan tidak dapat di gabarkandengan suatu uraianyang dapat diterapkan pada apayang di pahami. Tuhan tidak dapat dilukiskan oleh suatu sipat apapun kecuali keesaan itu sendiri. Setiap keesaan lainnya hanyalah kata-kata, kecuali keesaannya yang mutlak,dan murni.(23)
            Dari kategori-kategori yang dipaparkan oleh al-kindi dapat kita lihat antara kesamaannya dengan konsep aliran mu’tazilah, bahwa sifat tuhan sama dengan esensinya. Menolak sifat-sifat positif apapun atas dasar bahwa hal itu akan meniadakan ke esaan tuhan
6.      PERANAN DAN PUNGSI AGAMA DALAM FILSAFAT KETUHANAN
AL-KINDI
            Sebagia seorang rasionalis al-kindi menekankan menggunakan akal, akan tetapi akal tersebut harus diuji kebenarannya dengan ajaran agama, agamalah sebagai dasar terakir untuk mencapai kebenaran,perinsip berpikir al-kindi yang berdasarkan agama ini dapat di jumpai dari setiap ajarannya. Ada pertanyaan apakah setiap tanggapan pikiran terjamin kepastian atau kebenarannya? Al-kindi menjawab; tidak! Justru di situ diperlukan suatu alat berpikir yang menjamin untuk tidak terjerums dalam suatu kekeiruan yakni: mura’atul-zihnil khata.(24)
            Atas dasar ini al-kindi berusaha mengkorporasikan bahan-bahan dari filosof lain, unsur-unsur dari yang berasal dari luar diuji kebenarannya dengan logoka, untuk membangun sistim filsafat sendiri dan sesuai dengan ajaran agama, jika sudah diuji dengan logika dan agama maka di anggap benar, sebaliknya bila bertentangan maka unsur-unsur tersebut di tolak. Dengan menempuh jalan ini al-kindi nampak berusaha menyesauikan ajaran filsafat dengan ajaran agama, dengan jalan ini al-kindi al-kindi mambentuk sistim filsafat sendiri. Contoh dalam konsep aristoteles mengenai tuhan, mengatakan tuhan sebagai penggerak tidak bergerak, yakni sebab pertama bagi seluruh alam dan wujud. Tapi ini adalah dari suatu ada yang lain. melalui gerkan atau pembentukan ataupun emanasi, dan gerakan itu hanya satu kali saja, oleh karena itu alam ini kodim bertolak dari pemikiran tersebut dengan berdasarkan ajaran agama dan logika yang benar, ak-kindi tidak sependapat dengan pemikiran tersebut dengan mengataka tuhan adalah pencipta segala wujud, mencipta dari tiada suatu apapun, termasuk gerak itu sendiri, oleh karena itu alam ini abadi, karena alam ini di ciptakan dan setiap ciptaan pasti musnah.(25)
            Demikianlan pemikiran ketuhanan al-kindi, semuanya terlihat bahwa ajaran islam memegang peran penting dalam slruh pemikirannya, sebagai mana yang dikatakan dhahiruddin Al-Baihaqi; bahwa al-kindi telah memadukan antara pokok-pokok syara’ dengan pokok-pokok ratio dalam sebagian karangan-karangannya. dari segi pula ini al-kindi banyak memberikan sumbangannya terhadap pemikiran islam.(26)

KESIMPULAN
1.      Pemikiran ketuhanan al-kindi masih dalam batas-batas ajaran islam, walaupun ada pengaruh dari pikiran filsafat yunani
2.      Pengertian tuhan menurut al-kindi adalah; sebab pertama atau yang mana wujudnya bukan karena sebab lain. Zat yang menyempurnakan bukan di sempurnakan. Dan tuhan tidak memiliki hakekat dalam arti aniah maupun mahiah
3.      Dalam membuktikan adanya tuhan menggunakan
Ø  Dalil kosmologi yang meliputu alam semesta diciptakan dalam waktu, keanekaragaman dan keragaman dalam wujud, sesuatu tidak dapat menjadi sebab wujudnya sendiri, analogi antara makrokosmos dan mikrokosmos
Ø  Teologis; hanya dapat di buktikan melalui kerapian alam
4.      Dalam membuktikan ke esaan tuhan, didasarkan kepada surah ash-shamdaniyah sebagaimana para mutakllim (mu’tazilah) daimana keesaan tuhan tidak dapat di siafati dengan apa yang ada dalam fikiran, tuhan adalah keesaan, bukan benda, bukan forma, bukan genus juga sepecies,tidak bertubuh tidak bergerak,


footnote

1.       Hanafi,  Pengoniar  filsafat Islam  (Jakarta: Bulan  Bintang,  1969),  hal.  81.
2.       Ahmad   Fuad   Al-Alhwani, Filsafat Islam, Terjemah:   Sutarji   Caulzoum  Bakhri, (Jakarta: Pustaka Firdaus,  1985), hal. 54.
3.       Ahmad Fuad Al-Ahwani, op cip, hal. 54-55
4.       Ibid, hal, 102
5.       A. Hanafi, op cip, hal 86z
6.       George N. Atiyah, Atiyah,  Al-Kindi Tokoh Filosof Muslim, (Bandung:  Punerbit  Pustaka, 1983),  hal. 47
7.       Ibid, hal, 50-51
8.       Ibid, hal, 52
9.       Nor Cholis Majid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 94.
10.    Seyyed Hossein Nasr&Oliver Leamen,Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam (ed), (Bangung: Mizan,2003), p.210
11.    Harun Nasution, filsafah dan Mistisme Dalam islam, (Jakarta: Bulan Biritang, 1978), hal. 16
12.    Harun Nasution, filsafah dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Biritang, 1978), hal.16
13.    Abu Bakar  Aceh,  Sejarah Filsafat Islam, (Sa1a: Ramadhani, 1982) .  hal . 4
14.    George N .  Atiyah, Op, Cit, hal 55.
15.    A. Hanafi, Theologi Islam, Yogyakarta: Sumhangsih, 1962), hal. 64
16.    Sidi Gazalba, Sisternatika Filsafat, Buku III,  (Jakarta:  Biulan  Biniang,  1973), hal 07.
17.    George N. Atiyah, Op. Cit,  hal. 57-58.
18.    M.M.  Syarif.  History  ‹›f  Muslim  Philosophy, Terjemahan Dr. Fund Fukhruddin, CV  Diponegoro, 1970). hal. 101
19.    A. Hanafi, Pengantar Filsafat Islam,   Op. Cit,   hal.
20.    Roger  Grudy, Promosses De L’Islam,  Terjemahan  H.M.  Rosyidi, lanji-junji Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 150
21.    A. Hanafi, Op. Cit, hal. 86
22.    Ahmad Fuadd Al-Ahwani, Op Cit, hal. 102
23.    George N. Atiyah, Op. Cit,  hal.64
24.    Joesoef sou’yb,  Epistimologi, Dalam Filsafat Islam Al-kindi, Majalah Harmoni, No. 174, Th. IX, 15-2-1979, Jakarta: 1979, hal. 14
25.    George N. Atiyah, Op. Cit,  hal. 50
26.    Muhammad  Yusuf  Musa,  Bainaddin  wa aI Falsafah fi  aI Ra’yi Ibn Resyd wa falsafati al Ashril Washtith, Cet, II, (Mesir: Darul Fikri, 1968), hal. 49.