PENDAHULUAN
Eksistensialisme
berkembang pada abad ke 20 di Perancis dan Jerman, bukan sebagai akibat dari
suatu keadaan tertentu, tetapi disebabkan oleh respon yang dialami atas
runtuhnya tatanan didunia Barat yang sebelumnya dianggap stabil. perang dunia
pertama telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban
menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak struktur
eksternal kekuasaan, seperti struktur ekonomi, politik serta kekuasaan pada
saat itu yang sudah kehilangan legetimasinya, dan kuasa atas individu jadi
terasa sudah tidak lagi ditolerir karena ditentang dan dianggap tidak memiliki
peran yang berarti, dan pada saat itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan
internal atas dirinya sendiri. Itulah yang menyebabkan para eksistensialis
kembali pada diri manusia sebagai pusat filsafat yang sejati dan sebagai
satu-satunya kekuasaan yang berlegitimasi.(1)
Dalam sejarah
perkembangannya, eksistensialisme mengacu pada fenomena kemanusiaan kongkret
yang tengah terjadi. Sebagaimana diketahui, filsafat eksistensialisme
berkembang pesat pasca perang dunia kedua, yang seolah membenarkan permenungan
filosofis pada kenyataan (kemanusiaan) yang kongkret tersebut. Oleh karena itu,
rasionalitas Descartes yang menegaskan Cogito Ergo Sum ”Saya berpikir maka saya
ada”, dibalik secara ekstrem oleh eksistensialis dengan pernyataan: “Saya ada,
maka saya berpikir”.
Aliran ini lebih
menekankan perhatiannya pada subyek, bukan pada obyek, hal ini tentu saja
berbeda dengan fenomenologi yang lebih menekankan hubungan subyek dan obyek
pengetahuan dengan intensionalitasnya.(2) eksistensialisme secara garis besar
membahas emapat tema pokok yang di fokuskan kepada eksistensi yaitu
Ø
Situasi manusia
dan dunianya
Ø
Intersubyetifitas
Ø
Ontologi
Ø
Kebebasan dan
pilihan
LATAR BELAKANG
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis.
Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali
pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian
filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga
filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas
aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia,
yaitu:
a. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia
itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang
materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka
mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada
instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain
materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul
ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
b. Idealisme
idealisme ini memandang manusia hanya
sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan
kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan
dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
c. Situasi
dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme
didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum
dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku
manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh
rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang
disebut konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela,
nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami
krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu
memberikan makna pada kehidupan.(3)
PEMBAHASAN
Kata eksistensialisme bersal dari eks= keluar,dan sistensi atau sisto =
berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu
sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh
akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai
miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan -
merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya.
Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.(4)
Pendapat lain, menyatakan
“eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan
pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya
tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia
juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat),
mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan
pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.(5)
Eksistensialisme Religius dan non
religius
dalam
perkembangannya eksistensialisme terpecah menjadi dua golongan walaupun
bersember dari yang sama yaitu soren abay kierkegaard. Bagi aliran religius
mereka tetap mempercayai tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, atau
yang trasenden itulah dasarnya. Kierkegaard berpendapat bahwa manusia itu
berdosa, dia hidup, dia ada, sebagai ketakutan batin, maka dia belajar mengenal
ampunan tuhan dalam ajarannya, dan semua itu bukan lah kebenaran umum yang
dapat diketahui manusia dengan cara berfikir, jaspers berkeyakinan bahwa yang
trasenden itu merupakan keilahian yang tidak langsung melalui dunia imanent.
Dan eksistensi yang berhubungan dengan terasenden, meskipun mengalami
kegagalan, tetap mengalami perwujudan,
sedangkan
yang non religius, salah satu tokohnya adalah sartre, ia berpegang bahwa
sksistensi manusia menghadapi dirinya sendiri sebagai suat problem,
merencanakan dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri
sendiri dan nila-nilainya, dan kemudia berpungsi sebagai tuhan. Sartre
menegaskan dengan tegas menyatakan (man fundamentally is desire to be god).
Manusia pada dasarnya adalah suatu keinginan untuk menjadi tuhan.(6)
Problem
Eksistensialisme
Situasi
manusia dan dunianya
manusia merupakan mahluk yang sadar berada
dalam dunia, maka dari itu dunia tidak dapat dilepaskan dari dirinya. Manusia
harus menemukan diri dalam situasi dan menemukan yang dia punyai, menurut
martin hiedegger dan jasper, situasi menetukan pilihan kemudian manusia
menetukan pilihan dari kemungkinan yang ada. Sebaliknya menurut sartre,
pilihankulah yang menentukan pilihanku.
Manusia menyadari realitas, eksistensi
dan dunia merupakan bukan suatu yang tetap, maka manusia mengalami kecemasan,
ketakutan, dan keputusasaan, karena manusia tergantung pada kepenuhan wujud dan
ketiadaan, manusia terlempar didunia dan harus bertanggung jawab atas nasibnya
sendiri. Dipihak lain manusia menyadari keterbatasannya yang melekat, serta
harapan yang tidak pasti dan itu merupakan suatu yang absolud.
Manusia dan situasi dunianya bukan
sesuatu yang sudah jadi, dan buakn subyek yang absolut, manusia merupakan
kenyataan dasar yang mucul didunia dalam terikat dalam ruang dan waktu. Itulah
yang harus disadari, namun manusia adalah mahluk yang temporal yang tidak boleh
terjerat dalam aktualisasi tanpa melihat kemungkinannya, terjerat oleh dunia
kekinian dan kesejarahan.
Oleh karena itu manusia harus betul-betul
sadar ada dalam arti yang penuh, manusia merupakan buakan sekedar suatu
organisme yang ada melainkan terus menerus, dan itu terkandung dalam formula
dasar, bahwa yang has bagi manusia dan situasi dunianya bukanlah esensinya
melainkan eksistensinya, karean dunia adalah keseluruhan wujud tak sadar
sebagai mana yang nampak dalam kompleks yang instrumental,
Intersubyetifitas
Dalam memecahkan tema
intersubyetifitas, terdapat pemahaman yang berbeda dikalangan tokoh
eksistensinsialisme. Problemtersebut berlaku jika intersubyetifitas dapat
dilihat dalam eksistensi, atau merupakan salah satunya sebagai hubungan personal
antara dua individu, i and you, tuhan, ataupun massa, karena manusia pada
hakekkatnya bersama dengan orng lain ataupun peribadi lain, dengan demikian
dapat dipertegas bereksistensi secara tunggal tidak dapat dilakukkan tanpa
peribadai lain,
Dalam hal ini, interubyektifitas sangat
mewarnai pemikiran jasper, dia mengatakan eksitensi ditamilkan dan
direalisasikan dalam komunikasi, dan komunikasi itu hanya mungkin jika
seandainya akun dan tetanggaku tidak menjadikannya sebagai alat, akan bertemu
dalam pengakuan timbal balik dengan menghormati kebebasan kita masing-masing
Dalam hal ini jasper mengembangkan
(existensial comucation) didalamkomunikasi tersebut orang lain tidak dianggap
objek, atau semata sebagai alat, namun secara positif di anggap pribadi yang
berkmbang dalam eksistensinya, sehigga eksistensiku nampak ril berkat
kehadiranoeng lain
Ontologi
ontologi merupakan salah satu kajian
yang cukup serius diperhatikan oleh kaum eksistensialis. Pernyataan tentang
yang (ada) merupakan buakna suatu yang pokok, akan tetapi yang lebih di
perhatikan adalah celah-celah eksistensi yang kongkret, dan eksistensi manusia
mulai bergerak bila mulai mau menafsirkan makna itu. (ada) dalam pengertian
eksistensialisme bukan bersifat umum, ia buakanlah (ada) di atas segala hal,
tapi ia bermakna khusus dalam diri manusia. Ada dalam eksistensialisme adalah
merupakan kata kerja yaitu ada sedang mengada, ada itu merupakan pelaksaan diri
sendiri, dengan bertolak dari eksistensi mendahului esensi,
kierkegaard dalam menerangkan soal
(ada) berpangkal dari jarak tak terhingga antara tuhan dan manusia, tuhan dalah
wujud yang sangat lain dengan manusia, dan manusia dihadapan tuhan tidak
mempunyai apa-apa, maka apabial dia salah maka dia berdosa, itulah hakekkat
manusia ada dan hidup,
hiedeeger menghendaki ontologi yang
umum,untuk sampai pada itu dia mengambil poko pangkal pada manusia yang
konkrit, selajutnya secara ponomenologis ternyata manusia itu berada dalam
manusia yang ada, dan (ada) sampai mati merupakan kemungkinan yang harus
diterima oleh wujud itu sendiri.
Melalui ontologi, sartre membahas
kesadaran manusia menurutnya adalah; intensional. Dan dari sanalah dia juga
membahas kebebasan kebebasan manusia dengan segala kompleksitasnya, dan sartre
buakanlah orang yang menghendakin ontologi secara umum, akan tetapi bagi dia
ada suatu duaisme yang radikal, munurut sartre (ada) itu hanya ada yang
berkesadaran dan ada yang tidak berkesadaran
Kebebasan
dan pilihan
Masalah kebebasan
manusia dalam memilih berbagai kemungkinannya, tidak bisa dilepaskan dari
tanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan, adanya kebebasan dan pilihan itu
merupakan fakta sentral dari eksistensi manusia, bertolak dari permasalahan
tersebut, pnganut eksistensialisme terlibat dalam berbagai penafsiran paling
tidak ada tiga
Pertama, mengatakan bahwa pilihan itu
ambiguitas, semua tindakan termasuk pilihan-pilihannya menjadi saksi terhadap
pilihan implisit.
Kedua, berbagai tindakan yang dilakukkan
seseorang, pilihannya didasarkan oleh suatu kriteria, dia menggunakan kriteria
dari pilihan-pilihanya, dan tidak dasar rasional bagi pilihan-pilihan tersebut
Ketiga, tidak ada keterangan sebab,
terhadap tindakan seseorang yang dapat diberikanya
Bagi kierkeraard pendapat pertama, diberi
keterangan bahwa tindakan seseorang selalu merupakan bentuk dari pandangan
hidupnya, bagi kierkegaard seseorng yang hidup dalam taham etistetis, ciri yang
mendasar adalah tidak adanya kontinyuitas, dan ketidak mampuannya mengatasi
waktu, pada tahap ini manusia tidak melepaskan tindakannya dari tanggung
jawabnya, dan terlibat dala partisipasi sosial serta lingkungannya.
Berlainan dengan sartre, di satu pihak
dia menerima bahwa seseorang harus memilih ini atau itu, dan tidak ada
alternatif ke tiga, akan tetapi tendensi religius dihialngkan, jika aku tidak
memeilih maka aku tetep memilih, akan tetapi pada saat tang sama tendensi
idealispun dimunculkan, dalam ungkapannya (man is haunted by the ideal of
the ens causa sui which the religion call god). Tapi sayang tuhan merupakan
kontradiksi, tinggal pilih bagi manusia, menerima kebebasan mutlak atau
menerima tuhan.
Pendapat yang kedua, menyangkut nilai
moral dan agama, bagi yang bertedensi religius, jika seseorng itu bebas memilih
dalam suatu keriteria maka dia harus membedakan antara keyakinan yang benar
dalam memilih,dan juga sebaliknya. Bagi kierkeraard, maercel dan japser,bahwa
meskipun manusia itu bebas, akan tetapi kebebasan itu bukan sumber nilai yang
menjadi kebebasanya, karena munurut jasper manusia itu tak sendiri dan, dan
moral bersandar pada yang trasenden,
Pendapat ketiga,kecenderungan yang
disebut dengan bebas logika, dimana materalisme memandang tingkah laku
kesadaran manusia dapat diterangkan memalui sebab dan akibat, ini dipandang
sebagai determinasi yang nyata karena
bagi kaum eksistensial, eksistensi itu lebih dahulu dari esensi, di sini
kierkegaard berpendapat bahwa tingkatan manusia dari tahap etis ke religius tidak
dapat dijelaskan dengan melalui logika dan sebab akibat, karena logika dan
sebab akibatnya tidak mampu mendamaikan hal-hal yang paradok, ketakutan
kecemasan, kebebasan, tuhan dan manusia. Dan bagi sartre,kebebasan manusia
tidak dapat di terangkan dengan sebab akibat, karena jika sebab mendahului
tindakan seseorng,maka dia tidak bebas.(7)
Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Inti Pemikiranya
Soren Aabye Kiekeegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai
anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard,
merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Setelah
mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia
melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang
bernama lengkap Soren Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi.
Sejumlah tokoh seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen
menjadi gurunya di sana.
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang
statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan
menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi
ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia
cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.(8)
Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober
tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga
Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis
kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya.
Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup
tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus
menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental
budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan
menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.(9)
Dan berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau
ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri
sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif
untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran
ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau
upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.
Karl Jaspers
Karl Jaspers lahir di kota Oldenburg, Jerman Utara, pada tahun
1883. Ayahnya seorang ahli hukum dan direktur bank. Sejak sekolah menengah, ia
sudah tertarik pada filsafat, tetapi baru pada usia 38 tahun ia dapat
sepenuhnya memenuhi panggilan filosofisnya.
Selama tiga semester ia belajar hukum di Universitas Heidelberg dan
Munchen, tetapi ia mengubah haluan dengan memilih studi kedokteran yang
dijalankan di Berlin, Gottingen dan Heidelberg. Di Universitas Heidelberg ia
mengambil spesialiasi psikiatri. Tetapi ia tetap tertarik dengan filsafat,
antara lain melalui Max Weber, ahli ekonomi, sejarawan dan sosiolog terkenal
yang dikaguminya.
Jaspers menulis buku Allgemeine Psychopathologie (Psikologi umum)
pada tahun 1910. Di buku ini, ia tidak melukiskan penyakit-penyakit, tetapi
menyoroti manusia yang sakit. Ia menggunakan metode deskripsi fenomenologis
Husserl. Pada 1916 ia menjadi profesor psikologi di Heidelberg. Lalu pada 1919
ia menulis buku Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi Tentang
Pandangan-Pandangan Dunia).
Pemikirannya adalalah Memandang filsafat bertujuan mengembalikan
manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran
yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan
obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus
pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.(10)
Martin Heidegger
Martin Hiedegger (lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 ±
meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) merupakan pemikir yang ekstrim, hanya
beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger
selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada
dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari ‘being´. Heidegger berpendapat
bahwa ‘Das Wesen des Daseins liegtinseiner Existenz´, adanya keberadaan itu
terletak pada eksistensinya
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan
yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan
manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai
makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu bend-benda yang berada diluar
itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.(11)
Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 ±
meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan
penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran
eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi
(L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa- apa saat
dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-
komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya
landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Inti pemikirannya Menekankan pada kebebasan manusia, manusia
setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya.
Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan
sadar dan bebas bagi diri sendiri.(12)
KESIMPULAN
Eksistensisme muncul berdasarkan dari runtuhnya tatanan didunia
Barat yang sebelumnya dianggap stabil dan perang dunia telah menghancurkan
keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan.
Kemudian dengan melemahnya banyak struktur eksternal kekuasaan dan pada saat
itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri
Matrealisme idelaisme dan situasi kondisi dunia yang pada waktu itu
bisa di katakan tidak menentu menyebabkan lahirnya eksistensialisme,
eksistensialisme ini merupakan suaatu bentuk protes terhadap filsafat-filsafat
sebelumnya. Dimana metrealisme memandang manusia pada akirnya adalah benda, dan
pandagan idealisme tenang menusia hanya sebagai subjek
Faham Eksistensialisme lebeih menekankan masalah pada objek bukan
pada objek di mana ada pernyataan dari kaum eksistensialis Saya
ada, maka saya berpikir”. lebih mendahulukan pada keberadaan. Bagaimana manusia
berada di dunia
Eksistensialisme
ada dua yuitu religius dan non religius, tokoh religius diantaranya Soren Aabye Kiekeegaard dan Karl Jaspers yang mengakui adanya tuhan
dan yang non religius di antaranya Jean Paul sartre yang sangat mendewakan
kebebasan dan Friedrich Nietzsche dengan membunuh tuahan
footnote
1.
T.Z
Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre. Alih Bahasa, Andi
Iswanto dan Deddy Andrian Utama (Yogyakarta: Jendela, 2002), h. 314-315
2.
3.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak
Thales sampai James (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1992), cet.
ke-2,192-194
4.
Asmoro Achmadi, Filsafat
Umum. Cet-12 (Jakarta: Rajawali pers, 2011), hlm. 127-128
5.
Beni
Ahmad Seibani, Filsafat Ilmu/ Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk Beluk
Sumber dan Ilmu Pengetahuan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009). 187.
6.
Drs.
Muzairi H, MA, Eksisrensialisme Jean
Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 2007 ) hal 51-52
7.
Drs.
Muzairi H, MA, Eksisrensialisme Jean
Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka
Pelajar 2007 ) hal 53-66
8.
M.
Solihin, Perkembangan Filsafat dari Klasik Hingga Modern (Jawa Barat: CV
Pustaka Setia, 2007). 256-258.
9.
Ibid,
hlm. 249.
10.
Anggota
IKAPI, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: KANISIUS, 1980). Hlm
165-167
11.
Abdul
Hakim. DKK, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi ( Bandung: CV
Pustaka Setia, 2008). 334-335.
12.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2003).hlm 219
Tidak ada komentar:
Posting Komentar