Senin, 30 Maret 2015

Eksistensialisme

PENDAHULUAN
Eksistensialisme berkembang pada abad ke 20 di Perancis dan Jerman, bukan sebagai akibat dari suatu keadaan tertentu, tetapi disebabkan oleh respon yang dialami atas runtuhnya tatanan didunia Barat yang sebelumnya dianggap stabil. perang dunia pertama telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak struktur eksternal kekuasaan, seperti struktur ekonomi, politik serta kekuasaan pada saat itu yang sudah kehilangan legetimasinya, dan kuasa atas individu jadi terasa sudah tidak lagi ditolerir karena ditentang dan dianggap tidak memiliki peran yang berarti, dan pada saat itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri. Itulah yang menyebabkan para eksistensialis kembali pada diri manusia sebagai pusat filsafat yang sejati dan sebagai satu-satunya kekuasaan yang berlegitimasi.(1)
Dalam sejarah perkembangannya, eksistensialisme mengacu pada fenomena kemanusiaan kongkret yang tengah terjadi. Sebagaimana diketahui, filsafat eksistensialisme berkembang pesat pasca perang dunia kedua, yang seolah membenarkan permenungan filosofis pada kenyataan (kemanusiaan) yang kongkret tersebut. Oleh karena itu, rasionalitas Descartes yang menegaskan Cogito Ergo Sum ”Saya berpikir maka saya ada”, dibalik secara ekstrem oleh eksistensialis dengan pernyataan: “Saya ada, maka saya berpikir”.
Aliran ini lebih menekankan perhatiannya pada subyek, bukan pada obyek, hal ini tentu saja berbeda dengan fenomenologi yang lebih menekankan hubungan subyek dan obyek pengetahuan dengan intensionalitasnya.(2) eksistensialisme secara garis besar membahas emapat tema pokok yang di fokuskan kepada eksistensi  yaitu
Ø  Situasi manusia dan dunianya
Ø  Intersubyetifitas
Ø  Ontologi
Ø  Kebebasan dan pilihan

LATAR BELAKANG
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia, yaitu:
a.         Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi; betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
b.         Idealisme
idealisme ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
c.         Situasi dan Kondisi Dunia
     Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada kehidupan.(3)

PEMBAHASAN
Kata eksistensialisme bersal dari eks= keluar,dan sistensi atau sisto = berarti, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan - merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.(4)
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.(5)

Eksistensialisme Religius dan non religius
            dalam perkembangannya eksistensialisme terpecah menjadi dua golongan walaupun bersember dari yang sama yaitu soren abay kierkegaard. Bagi aliran religius mereka tetap mempercayai tuhan sebagai sumber dari segala sumber yang ada, atau yang trasenden itulah dasarnya. Kierkegaard berpendapat bahwa manusia itu berdosa, dia hidup, dia ada, sebagai ketakutan batin, maka dia belajar mengenal ampunan tuhan dalam ajarannya, dan semua itu bukan lah kebenaran umum yang dapat diketahui manusia dengan cara berfikir, jaspers berkeyakinan bahwa yang trasenden itu merupakan keilahian yang tidak langsung melalui dunia imanent. Dan eksistensi yang berhubungan dengan terasenden, meskipun mengalami kegagalan, tetap mengalami perwujudan,
            sedangkan yang non religius, salah satu tokohnya adalah sartre, ia berpegang bahwa sksistensi manusia menghadapi dirinya sendiri sebagai suat problem, merencanakan dirinya dengan kebebasan yang dimutlakkan, menciptakan diri sendiri dan nila-nilainya, dan kemudia berpungsi sebagai tuhan. Sartre menegaskan dengan tegas menyatakan (man fundamentally is desire to be god). Manusia pada dasarnya adalah suatu keinginan untuk menjadi tuhan.(6)

Problem Eksistensialisme
Situasi manusia dan dunianya
       manusia merupakan mahluk yang sadar berada dalam dunia, maka dari itu dunia tidak dapat dilepaskan dari dirinya. Manusia harus menemukan diri dalam situasi dan menemukan yang dia punyai, menurut martin hiedegger dan jasper, situasi menetukan pilihan kemudian manusia menetukan pilihan dari kemungkinan yang ada. Sebaliknya menurut sartre, pilihankulah yang menentukan pilihanku.
       Manusia menyadari realitas, eksistensi dan dunia merupakan bukan suatu yang tetap, maka manusia mengalami kecemasan, ketakutan, dan keputusasaan, karena manusia tergantung pada kepenuhan wujud dan ketiadaan, manusia terlempar didunia dan harus bertanggung jawab atas nasibnya sendiri. Dipihak lain manusia menyadari keterbatasannya yang melekat, serta harapan yang tidak pasti dan itu merupakan suatu yang absolud.
       Manusia dan situasi dunianya bukan sesuatu yang sudah jadi, dan buakn subyek yang absolut, manusia merupakan kenyataan dasar yang mucul didunia dalam terikat dalam ruang dan waktu. Itulah yang harus disadari, namun manusia adalah mahluk yang temporal yang tidak boleh terjerat dalam aktualisasi tanpa melihat kemungkinannya, terjerat oleh dunia kekinian dan kesejarahan.
       Oleh karena itu manusia harus betul-betul sadar ada dalam arti yang penuh, manusia merupakan buakan sekedar suatu organisme yang ada melainkan terus menerus, dan itu terkandung dalam formula dasar, bahwa yang has bagi manusia dan situasi dunianya bukanlah esensinya melainkan eksistensinya, karean dunia adalah keseluruhan wujud tak sadar sebagai mana yang nampak dalam kompleks yang instrumental,
Intersubyetifitas
      Dalam memecahkan tema intersubyetifitas, terdapat pemahaman yang berbeda dikalangan tokoh eksistensinsialisme. Problemtersebut berlaku jika intersubyetifitas dapat dilihat dalam eksistensi, atau merupakan salah satunya sebagai hubungan personal antara dua individu, i and you, tuhan, ataupun massa, karena manusia pada hakekkatnya bersama dengan orng lain ataupun peribadi lain, dengan demikian dapat dipertegas bereksistensi secara tunggal tidak dapat dilakukkan tanpa peribadai lain,
       Dalam hal ini, interubyektifitas sangat mewarnai pemikiran jasper, dia mengatakan eksitensi ditamilkan dan direalisasikan dalam komunikasi, dan komunikasi itu hanya mungkin jika seandainya akun dan tetanggaku tidak menjadikannya sebagai alat, akan bertemu dalam pengakuan timbal balik dengan menghormati kebebasan kita masing-masing
       Dalam hal ini jasper mengembangkan (existensial comucation) didalamkomunikasi tersebut orang lain tidak dianggap objek, atau semata sebagai alat, namun secara positif di anggap pribadi yang berkmbang dalam eksistensinya, sehigga eksistensiku nampak ril berkat kehadiranoeng lain
Ontologi
           ontologi merupakan salah satu kajian yang cukup serius diperhatikan oleh kaum eksistensialis. Pernyataan tentang yang (ada) merupakan buakna suatu yang pokok, akan tetapi yang lebih di perhatikan adalah celah-celah eksistensi yang kongkret, dan eksistensi manusia mulai bergerak bila mulai mau menafsirkan makna itu. (ada) dalam pengertian eksistensialisme bukan bersifat umum, ia buakanlah (ada) di atas segala hal, tapi ia bermakna khusus dalam diri manusia. Ada dalam eksistensialisme adalah merupakan kata kerja yaitu ada sedang mengada, ada itu merupakan pelaksaan diri sendiri, dengan bertolak dari eksistensi mendahului esensi,
            kierkegaard dalam menerangkan soal (ada) berpangkal dari jarak tak terhingga antara tuhan dan manusia, tuhan dalah wujud yang sangat lain dengan manusia, dan manusia dihadapan tuhan tidak mempunyai apa-apa, maka apabial dia salah maka dia berdosa, itulah hakekkat manusia ada dan hidup,
            hiedeeger menghendaki ontologi yang umum,untuk sampai pada itu dia mengambil poko pangkal pada manusia yang konkrit, selajutnya secara ponomenologis ternyata manusia itu berada dalam manusia yang ada, dan (ada) sampai mati merupakan kemungkinan yang harus diterima oleh wujud itu sendiri.
            Melalui ontologi, sartre membahas kesadaran manusia menurutnya adalah; intensional. Dan dari sanalah dia juga membahas kebebasan kebebasan manusia dengan segala kompleksitasnya, dan sartre buakanlah orang yang menghendakin ontologi secara umum, akan tetapi bagi dia ada suatu duaisme yang radikal, munurut sartre (ada) itu hanya ada yang berkesadaran dan ada yang tidak berkesadaran    
Kebebasan dan pilihan
      Masalah kebebasan manusia dalam memilih berbagai kemungkinannya, tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan, adanya kebebasan dan pilihan itu merupakan fakta sentral dari eksistensi manusia, bertolak dari permasalahan tersebut, pnganut eksistensialisme terlibat dalam berbagai penafsiran paling tidak ada tiga
       Pertama, mengatakan bahwa pilihan itu ambiguitas, semua tindakan termasuk pilihan-pilihannya menjadi saksi terhadap pilihan implisit.
       Kedua, berbagai tindakan yang dilakukkan seseorang, pilihannya didasarkan oleh suatu kriteria, dia menggunakan kriteria dari pilihan-pilihanya, dan tidak dasar rasional bagi pilihan-pilihan tersebut
       Ketiga, tidak ada keterangan sebab, terhadap tindakan seseorang yang dapat diberikanya
       Bagi kierkeraard pendapat pertama, diberi keterangan bahwa tindakan seseorang selalu merupakan bentuk dari pandangan hidupnya, bagi kierkegaard seseorng yang hidup dalam taham etistetis, ciri yang mendasar adalah tidak adanya kontinyuitas, dan ketidak mampuannya mengatasi waktu, pada tahap ini manusia tidak melepaskan tindakannya dari tanggung jawabnya, dan terlibat dala partisipasi sosial serta lingkungannya.       
       Berlainan dengan sartre, di satu pihak dia menerima bahwa seseorang harus memilih ini atau itu, dan tidak ada alternatif ke tiga, akan tetapi tendensi religius dihialngkan, jika aku tidak memeilih maka aku tetep memilih, akan tetapi pada saat tang sama tendensi idealispun dimunculkan, dalam ungkapannya (man is haunted by the ideal of the ens causa sui which the religion call god). Tapi sayang tuhan merupakan kontradiksi, tinggal pilih bagi manusia, menerima kebebasan mutlak atau menerima tuhan.   
       Pendapat yang kedua, menyangkut nilai moral dan agama, bagi yang bertedensi religius, jika seseorng itu bebas memilih dalam suatu keriteria maka dia harus membedakan antara keyakinan yang benar dalam memilih,dan juga sebaliknya. Bagi kierkeraard, maercel dan japser,bahwa meskipun manusia itu bebas, akan tetapi kebebasan itu bukan sumber nilai yang menjadi kebebasanya, karena munurut jasper manusia itu tak sendiri dan, dan moral bersandar pada yang trasenden,
       Pendapat ketiga,kecenderungan yang disebut dengan bebas logika, dimana materalisme memandang tingkah laku kesadaran manusia dapat diterangkan memalui sebab dan akibat, ini dipandang sebagai determinasi yang nyata  karena bagi kaum eksistensial, eksistensi itu lebih dahulu dari esensi, di sini kierkegaard berpendapat bahwa tingkatan manusia dari tahap etis ke religius tidak dapat dijelaskan dengan melalui logika dan sebab akibat, karena logika dan sebab akibatnya tidak mampu mendamaikan hal-hal yang paradok, ketakutan kecemasan, kebebasan, tuhan dan manusia. Dan bagi sartre,kebebasan manusia tidak dapat di terangkan dengan sebab akibat, karena jika sebab mendahului tindakan seseorng,maka dia tidak bebas.(7)

Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Inti Pemikiranya
Soren Aabye Kiekeegaard
Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813, sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, merupakan pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, dan makanan. Setelah mengenyam pendidikan di sekolah putra yang prestisius di Borgerdydskolen, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Kopenhagen. Di sini pria yang bernama lengkap Soren Aabye Kierkegaard ini mempelajari filsafat dan teologi. Sejumlah tokoh seperti F.C. Sibbern, Poul Martin Moller, dan H.L. Martensen menjadi gurunya di sana.
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.(8)
Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober tahun 1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga Kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya. Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Menurutnya masuai yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.(9)
Dan berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.

Karl Jaspers
Karl Jaspers lahir di kota Oldenburg, Jerman Utara, pada tahun 1883. Ayahnya seorang ahli hukum dan direktur bank. Sejak sekolah menengah, ia sudah tertarik pada filsafat, tetapi baru pada usia 38 tahun ia dapat sepenuhnya memenuhi panggilan filosofisnya.
Selama tiga semester ia belajar hukum di Universitas Heidelberg dan Munchen, tetapi ia mengubah haluan dengan memilih studi kedokteran yang dijalankan di Berlin, Gottingen dan Heidelberg. Di Universitas Heidelberg ia mengambil spesialiasi psikiatri. Tetapi ia tetap tertarik dengan filsafat, antara lain melalui Max Weber, ahli ekonomi, sejarawan dan sosiolog terkenal yang dikaguminya.
Jaspers menulis buku Allgemeine Psychopathologie (Psikologi umum) pada tahun 1910. Di buku ini, ia tidak melukiskan penyakit-penyakit, tetapi menyoroti manusia yang sakit. Ia menggunakan metode deskripsi fenomenologis Husserl. Pada 1916 ia menjadi profesor psikologi di Heidelberg. Lalu pada 1919 ia menulis buku Psychologie der Weltanschauungen (Psikologi Tentang Pandangan-Pandangan Dunia).
Pemikirannya adalalah Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.(10)
Martin Heidegger
Martin Hiedegger (lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 ± meninggal 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari ‘being´. Heidegger berpendapat bahwa ‘Das Wesen des Daseins liegtinseiner Existenz´, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu bend-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.(11)
Jean Paul Sartre
Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 ± meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa- apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Inti pemikirannya Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.(12)
KESIMPULAN
Eksistensisme muncul berdasarkan dari runtuhnya tatanan didunia Barat yang sebelumnya dianggap stabil dan perang dunia telah menghancurkan keyakinan atas keberlanjutan kemajuan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan. Kemudian dengan melemahnya banyak struktur eksternal kekuasaan dan pada saat itu manusia hanya bisa tunduk pada kekuasaan internal atas dirinya sendiri
Matrealisme idelaisme dan situasi kondisi dunia yang pada waktu itu bisa di katakan tidak menentu menyebabkan lahirnya eksistensialisme, eksistensialisme ini merupakan suaatu bentuk protes terhadap filsafat-filsafat sebelumnya. Dimana metrealisme memandang manusia pada akirnya adalah benda, dan pandagan idealisme tenang menusia hanya sebagai subjek 
Faham Eksistensialisme lebeih menekankan masalah pada objek bukan pada objek di mana ada pernyataan dari kaum eksistensialis Saya ada, maka saya berpikir”. lebih mendahulukan pada keberadaan. Bagaimana manusia berada di dunia
Eksistensialisme ada dua yuitu religius dan non religius, tokoh religius diantaranya Soren Aabye Kiekeegaard dan Karl Jaspers yang mengakui adanya tuhan dan yang non religius di antaranya Jean Paul sartre yang sangat mendewakan kebebasan dan Friedrich Nietzsche dengan membunuh tuahan

footnote

1.      T.Z Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre. Alih Bahasa, Andi Iswanto dan Deddy Andrian Utama (Yogyakarta: Jendela, 2002), h. 314-315
2.       
3.      Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales sampai James (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. 1992), cet. ke-2,192-194
4.      Asmoro Achmadi, Filsafat Umum. Cet-12 (Jakarta: Rajawali pers, 2011), hlm. 127-128
5.      Beni Ahmad Seibani, Filsafat Ilmu/ Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk Beluk Sumber dan Ilmu Pengetahuan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009). 187.
6.      Drs. Muzairi  H, MA, Eksisrensialisme Jean Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007 ) hal 51-52
7.      Drs. Muzairi  H, MA, Eksisrensialisme Jean Paul Sartre: Sumur Tanpa Dasar Kebebasan Manusia ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007 ) hal 53-66
8.      M. Solihin, Perkembangan Filsafat dari Klasik Hingga Modern (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2007). 256-258.
9.      Ibid, hlm. 249.
10.  Anggota IKAPI, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: KANISIUS, 1980). Hlm 165-167
11.  Abdul Hakim. DKK, Filsafat Umum dari Mitologi sampai Teofilosofi ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2008). 334-335.
12.  Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2003).hlm 219






Tidak ada komentar:

Posting Komentar